Rehabilitasi Cakra Sehati, Diduga Tempat Negosiasi ’86’ Korban Penyalahgunaan Narkotika

  • Bagikan
banner 468x60

Media Infoxpos.com – Jakarta Selatan – Yayasan Pemulihan Cakra Sehati atau sebuah lembaga yang bergerak di bidang rehabilitasi korban penyalahgunaan narkotika di Jalan Raya Jagakarsa No.75, RT.10/RW.2, Jagakarsa, Kecamatan Jagakarsa, Kota Jakarta Selatan. Diduga menjadi tempat praktik negosiasi ‘86’ bagi para korban penyalahgunaan narkotika.

Dugaan ini mencuat setelah beberapa sumber menyebutkan adanya praktik peredaran uang dalam proses rehabilitasi yang seharusnya menjadi bagian dari upaya pemulihan bagi para pecandu.

banner 336x280

Sejumlah laporan dari masyarakat dan mantan penghuni yayasan ini mengungkapkan bahwa beberapa individu yang seharusnya mendapatkan rehabilitasi justru memanfaatkan fasilitas tersebut sebagai celah untuk menghindari proses hukum.

Ada indikasi bahwa rehabilitasi ini tidak berjalan sebagaimana mestinya. Beberapa orang masuk hanya untuk formalitas, dan setelah menyelesaikan mereka bisa keluar dengan mudah ungkap salah satu narasumber yang enggan disebutkan namanya.

Seperti yang dialami inisial (Dy), (Sp), (Yg) (Fr) (Js), dan satu lagi belum diketahui namanya mereka diamankan oleh kepolisian Polres Bogor sebanyak 6 orang pada Tanggal (13/05) dan keesokan harinya para terduga pelaku pecandu narkoba yang dirujuk ke yayasan Cakra Sehati kemudian disanalah para keluarga di minta sejumlah uang agar para pelaku bisa bebas.

Namun salah satu pecandu yang telah pulang dari rehab Yayasan Cakra Sehati menjelaskan, Bahwa dirinya bisa bebas karena dengan tebusan kurang lebih Rp.24 juta untuk 4 orang, sedangkan sisa 2 orang masih didalam rehab. Mungkin karena keluarganya tidak sanggup dan tidak punya uang tebusan.

“Saya dimintain Rp.10 juta cuman setelah keluarga negosiasi putus dengan Rp.6 juta,”
Jelasnya melalui pesan singkat Whatsapp.

Sedangkan pihak Yayasan Cakra Sehati melalui Agung S, saat dikonfirmasi melalui pesan singkat whatsapp, dengan alasan untuk perawatan administrasi hingga meminta uang ke keluarga pecandu.

“Maaf pak untuk Sopian dan Daryono berdua untuk administrasi rawat jalan hanya Rp.8 juta,” jelasnya.

Bahkan, ada dugaan pengurus rehabilitasi sebelumnya berkordinasi dengan penyidik dari kepolisian yang menangkap para korban penyalahgunaan narkotika untuk negosiasi biaya rehab dan pembebasan dengan dalih bahasa rawat jalan.

Seharusnya penegak hukum dari divisj Provost atau Pengamanan Internal (Paminal) lebih jeli dalam menindak praktek pemerasan yang dilakukan oknum penyidik unit Narkotika dengan dalih menyalurkan para pemakai Narkoba ke panti rehab swasta, sehingga pengurus panti bebas untuk meminta sejumlah uang yabg sudah dikasih tau besarannya dari oknum penyidik narkotika, sehingga oknum penyidik polisi narkotika tetsebut terbebas dari jeratan hukum bidang profesi, pengamanan internal, (Provost) Kepolisian.

Polisi presisi seharusnya mengayomi bukannya memberatkan para pelaku pemakai narkotika dengan mengempang sejumlah uang jika ingin bebas. Dapat dipahami para pemakai narkotika merupakan korban dari para bandar yang masih banyak berkeliaran di jalanan.

Selama penegak hukum belum tuntas memberantas para produsen, importir dan pengedar narkoba, para pemakai narkotika dapat di definisikan sebagai korban, dan berhak mendapat rehabilitasi dari panti rehabilitasi pemerintah dan sudah tercantum dalam peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional.

(Dedi)

banner 336x280
banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *